adaKah Aku,kau,Dia atau kiTa ?
Pernah satu ketika, sedang Rasulullah berkumpul di dalam satu majlis bersama para sahabat, tiba2 bergenang air mata baginda s.a.w. Para sahabat gelisah melihat sesuatu yg tak mereka senangi di wajah Rasulullah. Apabila ditanyakan oleh Saidina Abu Bakar, baginda s.a.w. mengatakan bahawa terlalu merindui umatnya yg disebut sebagai ikhwannya. Para sahabat merasa irihati sehinggakan Saidina Abu Bakar sekali lagi bertanya Rasulullah, "Bukankah kami ini ikhwanmu?" Rasulullah menjawab, "Tidak, kamu semua adalah sahabatku...ikhwanku adalah umatku yg belum pernah melihatku tapi mereka beriman dan sangat mencintaiku...aku sangat rindu untuk bertemu mereka.."
Saturday, April 19, 2008
hijrah dgn cinta demi menggapai cinta..
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah serta berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat dari Allah dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah:218).
Khalifah Umar bin Khatab pada hari Rabu 20 Jumadil Akhir 17 tahun setelah hijrahnya Rasul menetapkan bahwa awal tahun perhitungan kalender Islam, yang dihitung berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi, dimulai pada tahun hijrahnya Rasul. Semula banyak pendapat mengenai standar permulaan tahun Islam. Ada yang berpendapat tahun pertama dihitung dari kelahiran Rasul. Ada yang mengusulkan dimulai pada tahun saat Rasul menerima wahyu pertama dan masih banyak usulan lainnya. Namun akhirnya, Khalifah Umar sengaja memilih tahun hijrahnya Rasul Saw dari Mekah ke Madinah sebagai tahun pertama kalender Islam.
Begitu monumentalnya peristiwa hijrah sehingga dijadikan alasan dari permulaan kalender Islam. Hijrah tidak hanya sekedar imigrasi dari Mekah ke Madinah, tetapi hijrah adalah suatu upaya membangun peradaban baru. Hijrah merupakan langkah sistematis dan terencana untuk meningkatkan mutu dakwah. “Hijrah adalah pemisah antara hak dan bathil”, tegas Khalifah Umar dalam dekrit penetapan tahun hijrah.
Kita dapat membayangkan betapa beratnya perjuangan hijrah kaum Muslimin waktu itu. Mereka harus meninggalkan kampung halaman dan sebagian besar dari harta benda mereka. Tidak cukup itu saja, mereka juga bahkan harus siap mempertaruhkan raga dan nyawa. Kecaman, siksaan dan penindasan dari kaum kafir waktu itu sangat memilukan. Perjalanan jauh dari Mekah ke Madinah di gurun pasir di bawah terik sang mentari tidak menjadi halangan. Hanya dengan menggunakan kendaraan onta atau bahkan sebagian berjalan kaki serta dengan membawa bekal seadanya mereka mencoba melangkah dengan pasti. Ini bisa terjadi karena mereka punya niat suci, mereka punya motivasi yakni demi menggapai cinta Illahi Rabbi.
Motivasi yang tinggi ini diterjemahkan dengan strategi yang matang lalu dilaksanakan dengan sinergi persaudaraan yang hakiki. Rasulullah dengan petunjuk langsung dari Allah mengatur strategi bagi kaum muslimin untuk berhijrah waktu itu. Suatu strategi yang begitu baik karena senantiasa diilhami oleh Zat Yang Maha Canggih dalam mengatur strategi. Kemudian, sebagai umat yang begitu yakin akan kepemimpinan dari junjungannya, kaum muslimin tanpa ragu melaksanakan strategi tersebut. Mereka bersatu dalam jalinan ukhuwah, rasa persaudaraan yang suci. Mereka berusaha untuk saling mengerti dan saling membagi. Mereka bahu membahu demi tujuan yang satu yakni menggapai cinta dari Yang Maha Mencinta. Mereka selalu dan dengan senang hati akan membagikan cinta demi mendapatkan cinta dari Allah Swt. Ukuran kebahagiaan mereka waktu itu adalah mereka akan bahagia jika bisa membuat sahabat-sahabatnya bahagia.
Pada saat ini tentunya pengertian hijrah secara maknawiyah, yaitu berpindah dari hal-hal yang dilarang Allah Swt menuju hal-hal yang disukai Allah Swt, masih relevan untuk kita terapkan. Oleh karena itu, nilai-nilai luhur dari perjalanan hijrah Rasul dan para sahabat dulu tentunya masih dapat dan tepat untuk diaplikasikan oleh umat saat ini. Suatu perbuatan yang lahir karena semata-mata dimotivasi oleh cinta dan dilakukan dengan cinta.
Sekurang-kurangnya sekarang ini kita harus berhijrah dengan tiga hal yakni berhijrah dengan hati, berhijrah dengan pikiran dan berhijrah dengan perbuatan. Ketiga hal ini dapat dilakukan dalam waktu bersamaan. Ketiganya dapat saling melengkapi dan saling mempengaruhi.
Hijrah dengan hati dalam pengertian marilah memulai untuk mensucikan hati. Hanya hati yang sucilah yang mampu untuk menangkap cahaya Illahi. Jadikanlah hati sebagai tempat dan hanya tempat untuk mengagungkan asma-Nya yang begitu indah dan tinggi. Hal ini dimungkinkan jika kita telah mulai berusaha untuk merasakan tatapan Allah setiap saat. Sesungguhnya tidak ada sekejap pun yang akan luput dari tatapan Zat Yang Maha Menatap. Tatapan yang begitu tajam sehingga sekecil apa pun lintasan goresan di hati akan diketahui oleh Allah Swt. Karena itu, dalam melakukan sesuatu ysahakan dengan seikhlas mungkin. Hanya amal yang ikhlas yang akan bernilai di sisi Allah.
Di samping itu, marilah untuk mengubur sedalam-dalamnya sifat sombong dan takabur. Allah begitu membenci
hamba-hamba-Nya yang bersifat sombong. Karena itu, janganlah menganggap remeh orang lain dan jangan menganggap diri atau kelompok kita lebih mulia dari orang atau kelompok lain. Mari belajar memperbaiki kekurangan diri untuk dapat menerima kelebihan pihak lain.
Hijrah dengan pikiran dapat dilakukan dengan cara mulai belajar untuk selalu berpikir positif. Belajar untuk memahami mengapa sesuatu harus terjadi. Belajar untuk mencoba menyingkap hikmah di balik peristiwa. Selain itu, jangan cepat mengambil kesimpulan dengan hanya berprasangka, tapi telitilah informasi yang ada untuk betul-betul dianggap sebagai fakta dan berita. Berpikirlah dengan bijak sebelum bertindak. Pikirkan apakah yang akan dilakukan akan dapat membuat Allah lebih suka.
Gelorakan selalu keinginan untuk belajar dan menambah ilmu. Perkaya diri dengan ilmu. Manfaatkan setiap waktu untuk memperhatikan dan memikirkan fenomena-fenomena yang terjadi. Dengan semakin banyak berpikir tentang keindahan alam semesta maka akan semakin terbuka hikmah akan keindahan Sang Pencipta. Pupuk terus semangat untuk selalu ingin membaca. Tiada hari tanpa peningkatan ilmu adalah suatu motto yang harus kita punya.
Adapun hijrah dengan perbuatan adalah mulailah memperbaiki mutu dari setiap tindakan dan perbuatan. Mari mulai memperbaiki kualitas pengabdian diri terhadap Allah. Jadikan mutu dan intensitas komunikasi dengan Allah meningkat dari waktu ke waktu. Persembahkan yang terbaik buat Allah karena Allah Maha Baik dan amat suka dengan hamba-hamba-Nya yang berusaha senantiasa untuk lebih baik.
Kemudian, perbaiki bentuk komunikasi dengan manusia. Berusahalah berkata dan bersikap dengan bahasa yang lembut, bijaksana dan dapat dipahami. Hilangkan caci maki karena itu tidak akan menyelesaikan masalah tetapi justru akan menambah masalah.
Tumbuh kembangkan sikap empati dan simpati terhadap orang lain. Mari memulai untuk memahami dan mengerti akan masalah mereka. Setelah itu, belajar untuk otomatis memberikan solusi, solusi yang baik dan bearti. Jangan terlampau banyak kekhawatiran dalam memberi tapi lakukan begitu ada kesempatan. Yakinkan diri bahwa pada dasarnya semua yang dimiliki adalah titipan dan ujian dari Allah Yang Maha Kaya. Dia pasti akan menambah nikmat bagi mereka yang suka berbagi dan sebaliknya amat besar kemurkaan Allah bagi orang yang tidak peduli.
Sebarkan salam dan kasih sayang bagi setiap orang. Hiasi hari-hari dengan senyuman. Senyuman damai penuh kesejukan. Bagi cinta dan kasih sayang buat semua. Tidak ada orang yang tidak ingin dicintai. Berikan cinta karena hanya dengan cinta semua bisa bahagia.
Perhatikan dan perbaiki sikap kita terhadap sesama manusia dan juga terhadap makhluk lainnya. Berikan selalu yang terbaik dengan cara yang baik pada saat yang tepat dari apa yang ada. Ringankan tangan untuk menolong sesama.
Semoga setiap detik berlalu merupakan saat-saat kita untuk berhijrah menuju redha Allah. Setiap detak dari jantung merupakan detak cinta untuk sesama. Cinta dari hamba demi Dia Sang Pencipta.
“Layakkah kita untuk mengasihi manusia sekiranya kasih dan cinta kita pada Pencipta manusia itu masih belum mantap. Tepuklah dada tanyalah iman.”
Labels: ISLAM HISTORY
0 comments:
Post a Comment